Togog

Posted by Togog on Saturday, October 16, 2010

Dalam jagad wayang, nama Togog sudah cukup dikenal. Pada setiap lakon, dia “ditakdirkan” untuk mendampingi majikan berhati congkak, keras kepala, mau menang sendiri, hipokrit, otoriter, dan antidemokrasi. Suara-suara bijak dan pesan-pesan moralnya (nyaris) tak pernah didengar, sehingga dia ikut tercitrakan sebagai tokoh berwatak jahat. Nasib Togog memang tak seberuntung Semar.

Bentuk Wayang Togog

Togog bermata keran (juling), hidung pesek, mulut mrongos (jongang), tak bergigi, kepala botak, rambut hanya sedikit di tengkuk. Bergelang. Kain slobog, (nama batik), berkeris dan berwedung. Togog bersuara besar, cara menyuarakannya dengan suara dalam leher dibesarkan.

Nama Lain Togog

Togog sering disebut dangan nama Lurah Wijayamantri, Bathara Antaga atau Sanghyang Puguh.

Riwayat Togog

Seperti Semar, togog merupakan tokoh asli wayang Indonesia. Ada banyak versi berbeda mengenai Togog. Togog digambarkan sebagai dewa ngejawantah seperti semar, karena tugas Togog dan Mbilung memang berbaur dengan rakyat kelas bawah.

Konon, pada zaman kadewatan, terjadi perselisihan mengenai pewaris takhta kahyangan. Sanghyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa kahyangan dari ketiga cucunya, yaitu Bathara Antaga (Togog), Bathara Ismaya (Semar), dan Bathara Manikmaya (Bathara Guru). Barang siapa yang dapat menelan bulat-bulat dan sanggup memuntahkan kembali gunung Jamurdipa, dialah yang akan terpilih menjadi penguasa Kahyangan.

Sayembara pun digelar. Pada giliran pertama Batara Antaga (Togog) mencoba untuk melakukannya, namun gagal malah mulutnya robek dan jadi dower. Giliran berikutnya adalah Bathara Ismaya (Semar). Gunung Jamurdipa memang dapat ditelan bulat-bulat, tetapi gagal dimuntahkan, sehingga perut Semar membuncit karena ada gunung di dalamnya.

Karena sarana sayembara sudah musnah ditelan semar, maka yang berhak memenangkan sayembara dan diangkat menjadi penguasa kadewatan adalah Sang Hyang Manikmaya atau Bathara Guru, cucu bungsu dari Sang Hyang Wenang.

Adapun Bathara Antaga (Togog) dan Bathara Ismaya (Semar) akhirnya diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia. Syahdan, Semar dipilih sebagai pamong untuk para ksatria berwatak baik (pandawa), sedangkan Togog diutus sebagai pamong untuk para ksatria dengan watak buruk.

Tugas Togog

Togog diutus sebagai pamong (pengasuh) atau pengawal kesatria yang berwatak buruk atau berkarakter jahat. Oleh karena itu, Togog selalu  memberikan kritik dan saran kepada tuannnya untuk meniti jalan yang benar.

Tugas Togog jelas lebih berat dari Semar. Semar bertugas untuk memomong para ksatria yang pada dasarnya sudah bersifat baik, sedangkan Togog bertugas untuk memberi nasihat, peringatan dan menyadarkan para kesatria yang berwatak buruk. Makna tugas Togog adalah mencegah perilaku, tindakan, dan aksi kejahatan dari tokoh-tokoh tersebut.

Togog, dalam posisi sebagai pengasuh atau "batur", tidak menjadi kehilangan jati dirinya. Togog tetaplah sosok yang memiliki kecerdasan sebagai dewata. Maka, meski berada dalam lingkungan tokoh-tokoh jahat, Togog tidak lebur dalam perilaku jahat. Togog juga tidak lebur dalam opini pendapat umum. Sebagai sosok yang berangkat dari keintelektualan dewata, Togog mampu menjaga kejernihan pikirannya. Berani memberikan nasihat dan berani mengatakan tidak kalau memang itu semestinya tidak dilakukan. Itu semua karena Togog memang tidak berkepentingan terhadap kedudukan, harta atau berbagai bentuk perlindungan dan penghargaan untuknya.

Begitulah “takdir” yang mesti dijalani Togog. Dari masa ke masa, dia terus mendampingi kaum aristokrat berwatak culas dan berhati busuk. Namun, kehadirannya hanya sekadar jadi pelengkap penderita. Dia selalu gagal membisikkan suara-suara kebajikan ke dalam gendang nurani junjungannya. Angkara murka jalan terus, watak ber budi bawa laksana pun hanya terapung-apung dalam bentangan jargon dan slogan. Togog merasa telah gagal mewujudkan sosok ksatria pinunjul, arif, santun, bersih, dan berwibawa.

 

Sumber:

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment